Kekasih yang Hilang

 

Langit biru menampakkan awan yang menawan

Angin berdesir kencang halus menyapa

Kicauan burung menambah melodi kehidupan

Ini kami, duduk bersama menikmati alam

Di tengah tanah hijau yang lapang

Tampak lautan bunga terhampar luas menambah keceriaan

Berlari mengitarinya sembari tertawa riang

Ingin rasanya kuhentikan waktu dengan sekali jentikan

Memperlambat setiap menitnya

Memperlambat setiap detiknya

Tentang kau dan aku

 

Hingga pada setiap malam, kumenantinya pulang

Berharap cemas kantuk hadir sebelum kau datang

Menanti untuk berjabat sebelum raga ini terlelap

Dengan secangkir teh hangat,

Agar angin malam tak membuatmu tumbang

Kukira kau akan berkeluh kesah

Namun, yang ada hanyalah goresan senyuman

Senyum seakan tak lelah

Senyum seakan kau membawa sebongkah berlian

Senyum yang selalu kunanti setiap malam

 

Hingga pada suatu malam

Raga ini tetap terjaga

Mengapa kau tak kunjung pulang ?

Tak biasanya aku terjaga hingga menjelang fajar

Ternyata aku terlupakan oleh kenyataan

Yang selalu kunanti di setiap malam

Telah sampai pada penjagaan-Nya

Kau sangat lelap dalam tidurmu, Yah


Ayah,

Kini ku sadar kau tak mungkin hadir di sisiku

Aku lupa, bahwa aku telah kehilangannya

Kehilangan suatu anugerah yang lupa untuk dijaga

Terasa sesak bila meyakinkan bahwa kau benar-benar telah tiada

Kini separuh jiwaku telah hilang

Kemanakah baktiku padamu selama ini ?

 

Selalu terbayang wajahmu tepat di hadapanku

Menghapus linangan air mataku dengan tangan halusmu

Menepuk-nepuk pelan punggungku

Membisikkan kata-kata semangat padaku

‘Kau tak sendiri, Nak. Ada Ayah di sini, di hatimu.’

Kukira begitulah ucapanmu

Aku merindukanmu, Yah

Rindu akan baktiku padamu

Rindu dekapan hangatmu kala kumenangis

Rindu nafas segarmu kala menasihatiku

Rindu segalanya tentangmu

 

Di keheningan malam, datang segenggam harapan

Sebercik harapan agar kau kembali pulang

Tapi aku tak yakin jiwamu kan datang

Derai air mata membanjiri pipi

Tangan bergetar tak henti meminta

Namun, itu hanya sebuah ilusi

Karena kau telah tiada

 

Ayah,

Kuyakin kau telah bahagia di sana

Biar aku menambah kebahagiaanmu

Dengan memberi mahkota kemuliaan untukmu

Kau selalu di hatiku, Ayah


Karya :  Isna Aulia Syahdiar (TEP 2019)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perihal Rasa
Karya: Elsa Wulandari


Hatiku menerka-nerka
Mencari jejak kehilangan
Arah tak mau memberikan jalannya
Begitupula rasa, diam-diam sengaja membungkam
Serat-serat kehidupan begitu fana
Kebenaran kau anggap kesalahan
Apalah daya manusia yang lemah ini
Hanya yang kuat, yang bisa mendapatkan titik terangnya
Rasa-rasa jiwa ingin meninggalkan raganya
Bingung menghantui
Gelisah membuntuti
Sepertinya pasrah dan berserah jadi jalannya
Pada yang maha kuasa


Nama Instagram: Elsaaell_
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perihal Waktu


Kali pertama melihatmu, rasa rasa enggan mengalihkan pandanganku.
seolah tanpa permisi kau memasuki hidupku
Mengusai semua benak pikiranku.
Hatiku bak batu, yang keras dan enggan menghapus ukiran namamu.
Entahlah, aku tak bisa berhenti membayangkanmu
Kau tak perlu menceritakan semua tentang dirimu.
 Aku tak mengusik perihal parasmu, atau apapun tentangmu.
Ada sesuatu yang membuatku merasa nyaman dan seolah baik-baik saja, ketika didekatmu, entah itu apa.
 Pelik sekali jika hanya aku yang merasa.
 Ini semacam hasrat legenda, yang lebih tua dari zaman purbakala.
Aku tak ingin semua ini hanya menjadi sebuah drama,
jika kau percaya akan takdir, mungkn ini jawabnya.
Andai, kau bisa membaca jelas perasaan, yang selalu kutampakaan,
Tetap saja, kau tak pernah mau berkubang Bersama dalam satu perasan

Bukankah kau selalu berpura-pura perihal perasaan itu?
Bukankah, ketidaktegasan telah menyelimuti antara kau dan aku? 
Kita yang terlalu lama terjun dalam zona pertemanan,
tubuhku seolah berlumur harapan palsu,
apakah aku yang belum bisa terbangun dari tidur nyenyak itu?

Disini, aku hanya bisa jadi badut leluconmu,
Tak apa,
Aku cukup tegar untuk selalu menjadi matahari bumimu, tiang bersandarmu, dan kupukupu untuk bungamu.
Kuharap waktu tak segan menyampaikan jawaban kepada kau dan aku

Nama                           : Elsa Wulandari (TEP 2019)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Ibuku, Malaikat Tanpa Sayap Ku
     Ayam saja belum berkokok, apalagi matahari? belum sempat menampakan sinarnya,  ya?  dini hari,, sudah mulai terdengar suara-suara gemuruh kecil yang seolah membangunkan ku dari khayalan mimpi.  "Klotak-klotak, klotak-klotakk" pertanda ibuku tengah siap-siap untuk pergi ke pasar.  Ketika semua orang sedang terlelap tidur dan tengah menikmati empuk kasur kamarnya, disitu ibuku sudah mulai bekerja. Kepasar, aktivitas yang selalu ia lakukan untuk menghidupi keluarganya.  
     Ibuku adalah wanita paruh baya yang ditinggal pergi oleh ayahku sejak 5 tahun yang lalu, ayah meninggal karena serangan jantung. Semenjak ayah tidak ada, ibu yang menggantikan semua tugas beliau termasuk mencari nafkah. Dimataku, ibu adalah sosok yang luar biasa, tak pernah ia goreskan sedikitpun kesedihan pada keluarganya, dan tak akan mau pasti jawabnya. Demi secercik kebahagiaan dan segaris senyuman, beliau rela menaruhkan lelah letihnya.  Hari-hari yang ia jalani, semata-mata hanya untuk keluarga kecilnya.  
     Pasar sebagai tempat penghidupan, tempat dimana ia belanja belanjaan yang akan dijual kembali. Sering kali hujan diterka, genangan air yang cokelat dan kotor, terbecik di setiap sudut-sudut jari kakinya yang hanya beralaskan sandal jepit. Tiga sampai empat keranjang cukup besar selalu ia bawa pulang, dengan berbagai macam isi dan dengan penuh harap agar laris terjual.
     Setiap pagi, ibu memintaku untuk membantunya "Dik, tolong angkatkan makanan-makanan yang ada didepanmu itu" ujarnya. Dengan gesit kujalankan perintahnyaa, hehee.  Pagi masih terbaluti dengan langit biru gelap, Udara dingin terasa sampai menusuk tulang, pandangan mata yang belum tampak jelas, karena memang baru air wudhu yang membasuhnya, itu semua justru kujadikan sebongkah alasan semangat membantu. Kuangkat satu per satu belanjaan ibu ke meja. Kupandangi makanan-makanan yang tertata rapi menutupi meja itu, dan dalam hati kecil ini berdoa, "Ya Tuhan, lindungilah ibuku, antarkan rezeki-rezeki halal untuknya", dan sekata penuh makna "alhamdulillah" sebagai ucapan rasa syukur untuk menutup akhir doa ku setiap harinya. 
     Dengan shall tipis, ia tutupi lingkar leher berkerut itu dari tajamnya udara pagi. "Kubuatkan teh hangat ya bu?" tanyaku. "Iya Nak, tidak usah dikasih gula ya". Sedikit kehangatan kembali melindungi tubuh tuanya. "Sruuufhhtt... Ahh", suara ibu meminum teh hangat itu.  Selagi belum ada pembeli, ia habiskan teh hangat sembari bercerita asik denganku. Sedikit usikan canda ini, dapat menenangkan hatinya, dan menjuarai rasa sepi pagi itu. 
     Menengok, melihat dari sudut kejauhan, berharap akan ada pembeli yang datang.  Lama terasa ia menunggu dagangannya laku, sampai terik matahari terasa masuk ke dalam pori-pori kulit tipis itu, namun, tekad dan kesabaran memeluk hatinya. Ketika senja mulai pamit dari cakrawala, pertanda ia untuk pulang. Tak lupa, segenggam beras dan makanan ia bawa untuk keluarganya.  
     "Tuk, tuk, tuk, Assalamualaikum," "Walaikumsalam" (sambil membukakan pintu yang sebagian telah rapuh dimakan rayap). Lagi -lagi, senyuman manis menghiasi wajahnya, sembari mengacungkan makanan, ibuku masuk kedalam rumah. "Istirahat dulu bu, sambil menunggu air rebusan untuk mandi" ucapku dengan halus.  "Iya, Nak, terima kasih banyak". Air hangat sebagai obat penghilang rasa lelah setelah seharian berjualan.  Usai mandi, dibaringkannya badan rentan itu diatas kasur keras peninggalan ayah.  
     "Allahuakbar allahuakbar". Kemandang adzan serauan solat telah dilantunkan. Setiap malam, tak pernah terlewatkan ajakan untuk solat berjamaah denganku, diangkatnyalah kedua tangan itu, sembari memohon, memanjatkan doa-doa baik yang ia harap akan dijabbah, Sering pula air mata juga ikut hanyut dalam alunan doanya, terdengar ucapan syukur ia panjatkan kepada Allah SWT yang keluar dari mulut lembut itu. Ku aamiini semua, kucium tangan keriputnya. "dik, jangan pernah lelah untuk berjuang dan berdoa ya". Nasehat yang selalu terucap oleh ibu. "Kan ku usahakan semua untukmu," ucap dalam hati, dengan penuh keyakinan. 
     Ibuku, adalah sosok luar biasa dalam kehidupan ini. Tak bosan, Kupandangi elok matanya, yang seakan memancarkan sinar kasih sayang, pengorbanan yang tak akan ternilai dari seorang perempuan, yaitu perempuan hebat. Kuanggap beliau malaikat tanpa sayap yang memunculkan surga dunia untukku. Keluh kesah tak ada dikamus hidupnya, begitu pula air mata Lelah letihnya, hanya saja, keringat selalu mengguyur wajah cantik ibu. Namun, perjuangannya tak akan pernah sebanding dengan semangat kerja keras yang ia punya. 


Nama                           : Elsa Wulandari
ID Instagram                : Elsaa_ell
Nomor whatsapp         : 081542264072

Email                            : elsawulandari0203@yahoo.com 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Muara
Jeane Claudea Tanjung
Jangan kau tempatkan rindu pada muara rasa
Sebab yang datang di hati..
Tidak selalu menjadi peresah rindu setelahnya
Jika rindu mampu membuatmu terusik 
Maka disaat itulah bisa kau sebut dengan cinta
Begitu pula ketika rindu telah tiada
Ketika terpanggil kembali ia akan benar-benar bersama
Namun tak lagi serupa untuk kedua kalinya
Akhirnya ku siasati hati ini untuk tidak luruh kembali
Saat kau menapaki langkah demi langkah hati ini
Seolah kau ingin mengulang kisah kembali
Tetapi tidak..
Yang kau rasakan saat ini hanyalah rindu
Yang mudah saja rapuh ketika bosan singgah dalam hatimu
Kembalilah padanya 
Yang demi dirinya, kau dengan mudah melepas diriku


Puisi by : Jeane (TEP 2019)