Dunia pertanian saat ini dihadapkan pada tantangan perubahan iklim. Kunci pentingnya adalah bagaimana mengubah strategi pembangunan pertanian dengan mengembangkan riset yang adaptif terhadap tantangan perubahan iklim, pemanasan global, dan krisis air. Perubahan iklim global yang ekstrim belakangan ini mempengaruhi kegiatan budidaya, teknologi dan hasil pertanian dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan pertanian. Tujuan pembangunan pertanian untuk menyediakan pangan bagi 267 juta jiwa penduduk Indonesia dan meningkatkan pendapatan petani dapat terganggu akibat adanya perubahan iklim global.
Perubahan iklim meningkatkan suhu udara, naiknya permukaan air laut serta perubahan pola musim hujan dan kemarau yang tidak menentu mengakibatkan terjadinya degradasi sumber daya lahan dan air, bencana banjir dan kekeringan serta meningkatnya serangan hama dan penyakit tanaman. Dampak perubahan iklim global jika dibiarkan akan berpotensi mengancam penurunan produktivitas, produksi, mutu hasil pertanian, serta menurunnya efesiensi dan efektifitas distribusi pangan kususnya padi. Selain itu perubahan iklim global juga menyebabkan rentannya ketahanan pangan yang dapat berdampak negatif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat guna mengantisipasi dampak perubahan iklim, Kementerian Pertanian melakukan kegiatan Pertanian Cerdas Iklim, atau biasa disebut dengan Climate Smart Agricultural (CSA). Tiga hal utama yang menjadi sasaran pencapaian melalui CSA yaitu: (1) Peningkatan Intensitas Pertanaman, produktivitas dan pendapatan sektor pertanian, (2) Mengadaptasi dan membangun ketangguhan terhadap perubahan iklim, dan (3) Sedapat mungkin mengurangi dan atau meniadakan emisi Gas Rumah Kaca.
CSA pada prinsipnya merupakan pendekatan pengembangan strategi pertanian untuk mengamankan ketahanan pangan berkelanjutan dalam menghadapi kondisi perubahan iklim. Pertanian Cerdas Iklim menjadi kunci utama dalam peningkatan produktivitas dalam menghadapi perubahan iklim. Penggunaan pestisida nabati, varietas padi unggul rendah emisi, teknik pengairan hemat air, jajar legowo, pemupukan berimbang dan penggunaan bahan organik diharapkan berkontribusi dalam peningkatan produktivitas dan indek pertanaman baik padi/non padi. Dalam hal ini peran Penyuluh di lapangan sangat penting dalam mengawal program CSA dalam peningkatan produktivitas.
Implementasi CSA khususnya pada komoditi padi dan komoditas lainnya yang bernilai ekonomi tinggi dilakukan melalui penggunaan bahan organik melalui pupuk organik dan pestisida nabati. penggunaan pupuk unorganik dan pestisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan, dan gangguan keseimbangan ekologis. Selain itu, harga yang tinggi sehingga sulit dijangkau oleh petani. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik dan pengendalian secara alami menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan perlu ditingkatkan. Pembuatan pupuk organik dapat menggunakan sumber-sumber bahan organik di sekitar lahan pertanian diantaranya limbah pertanian seperti jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagisan vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa; Limbah kotoran ternak padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas; Pupuk hijau seperti mukuna, turi, lamtoro, sentrosema, albisia, tanaman LiarKi pahit, kirinyuh, Mimosa sp ; tanaman air seperti Azolla, enceng gondok, gulma air , limbah industri seperti sebuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan. Pemupukan berimbang melalui penerapan perangkat uji tanah sawah (PUTS) ataupun perangkat uji tanah rawa (PUTR) untuk menentukan dosis pupuk dasar (pupuk P, N, dan K). Perangkat ini dilakukan agar diperoleh rekomendasi pupuk yang berimbang sesuai dengan keperluan secara mudah, cepat dan penggunaan bibit unggul, rendah emisi dan bermutu (melakukan uji benih). Varietas unggul bersertifikat yang rendah emisi untuk meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani. Peningkatan produktivitas dicapai melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman, ketahanannya terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT), serta adaptasi terhadap kondisi lingkungan spesifikBenih padi unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim diantaranya: varietas rendah emisi (Ciherang, Inpari-13,Way Apoburu dan Mekongga). Penerapan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terpadu untuk preventif. Pengendalian secara alami menggunakan pestisidayang ramah lingkungan perlu ditingkatkan. Penggunaan Pestisida perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan, dan gangguan keseimbangan ekologis
0 Komentar