Ibuku,
Malaikat Tanpa Sayap Ku
Ayam saja belum
berkokok, apalagi matahari? belum sempat menampakan sinarnya, ya?
dini hari,, sudah mulai terdengar suara-suara gemuruh kecil yang seolah
membangunkan ku dari khayalan mimpi.
"Klotak-klotak, klotak-klotakk" pertanda ibuku tengah
siap-siap untuk pergi ke pasar. Ketika
semua orang sedang terlelap tidur dan tengah menikmati empuk kasur kamarnya,
disitu ibuku sudah mulai bekerja. Kepasar, aktivitas yang selalu ia lakukan
untuk menghidupi keluarganya.
Ibuku adalah wanita
paruh baya yang ditinggal pergi oleh ayahku sejak 5 tahun yang lalu, ayah
meninggal karena serangan jantung. Semenjak ayah tidak ada, ibu yang
menggantikan semua tugas beliau termasuk mencari nafkah. Dimataku, ibu adalah
sosok yang luar biasa, tak pernah ia goreskan sedikitpun kesedihan pada
keluarganya, dan tak akan mau pasti jawabnya. Demi secercik kebahagiaan dan
segaris senyuman, beliau rela menaruhkan lelah letihnya. Hari-hari yang ia jalani, semata-mata hanya
untuk keluarga kecilnya.
Pasar sebagai tempat
penghidupan, tempat dimana ia belanja belanjaan yang akan dijual kembali.
Sering kali hujan diterka, genangan air yang cokelat dan kotor, terbecik di
setiap sudut-sudut jari kakinya yang hanya beralaskan sandal jepit. Tiga sampai
empat keranjang cukup besar selalu ia bawa pulang, dengan berbagai macam isi
dan dengan penuh harap agar laris terjual.
Setiap pagi, ibu
memintaku untuk membantunya "Dik, tolong angkatkan makanan-makanan yang
ada didepanmu itu" ujarnya. Dengan gesit kujalankan perintahnyaa, hehee. Pagi masih terbaluti dengan langit biru
gelap, Udara dingin terasa sampai menusuk tulang, pandangan mata yang belum
tampak jelas, karena memang baru air wudhu yang membasuhnya, itu semua justru
kujadikan sebongkah alasan semangat membantu. Kuangkat satu per satu belanjaan
ibu ke meja. Kupandangi makanan-makanan yang tertata rapi menutupi meja itu,
dan dalam hati kecil ini berdoa, "Ya Tuhan, lindungilah ibuku, antarkan
rezeki-rezeki halal untuknya", dan sekata penuh makna
"alhamdulillah" sebagai ucapan rasa syukur untuk menutup akhir doa ku
setiap harinya.
Dengan shall tipis,
ia tutupi lingkar leher berkerut itu dari tajamnya udara pagi. "Kubuatkan
teh hangat ya bu?" tanyaku. "Iya Nak, tidak usah dikasih gula
ya". Sedikit kehangatan kembali melindungi tubuh tuanya.
"Sruuufhhtt... Ahh", suara ibu meminum teh hangat itu. Selagi belum ada pembeli, ia habiskan teh
hangat sembari bercerita asik denganku. Sedikit usikan canda ini, dapat
menenangkan hatinya, dan menjuarai rasa sepi pagi itu.
Menengok, melihat
dari sudut kejauhan, berharap akan ada pembeli yang datang. Lama terasa ia menunggu dagangannya laku,
sampai terik matahari terasa masuk ke dalam pori-pori kulit tipis itu, namun,
tekad dan kesabaran memeluk hatinya. Ketika senja mulai pamit dari cakrawala,
pertanda ia untuk pulang. Tak lupa, segenggam beras dan makanan ia bawa untuk
keluarganya.
"Tuk, tuk, tuk,
Assalamualaikum," "Walaikumsalam" (sambil membukakan pintu yang
sebagian telah rapuh dimakan rayap). Lagi -lagi, senyuman manis menghiasi
wajahnya, sembari mengacungkan makanan, ibuku masuk kedalam rumah.
"Istirahat dulu bu, sambil menunggu air rebusan untuk mandi" ucapku
dengan halus. "Iya, Nak, terima
kasih banyak". Air hangat sebagai obat penghilang rasa lelah setelah
seharian berjualan. Usai mandi,
dibaringkannya badan rentan itu diatas kasur keras peninggalan ayah.
"Allahuakbar
allahuakbar". Kemandang adzan serauan solat telah dilantunkan. Setiap
malam, tak pernah terlewatkan ajakan untuk solat berjamaah denganku,
diangkatnyalah kedua tangan itu, sembari memohon, memanjatkan doa-doa baik yang
ia harap akan dijabbah, Sering pula air mata juga ikut hanyut dalam alunan
doanya, terdengar ucapan syukur ia panjatkan kepada Allah SWT yang keluar dari
mulut lembut itu. Ku aamiini semua, kucium tangan keriputnya. "dik, jangan
pernah lelah untuk berjuang dan berdoa ya". Nasehat yang selalu terucap
oleh ibu. "Kan ku usahakan semua untukmu," ucap dalam hati, dengan
penuh keyakinan.
Ibuku, adalah sosok
luar biasa dalam kehidupan ini. Tak bosan, Kupandangi elok matanya, yang seakan
memancarkan sinar kasih sayang, pengorbanan yang tak akan ternilai dari seorang
perempuan, yaitu perempuan hebat. Kuanggap beliau malaikat tanpa sayap yang
memunculkan surga dunia untukku. Keluh kesah tak ada dikamus hidupnya, begitu
pula air mata Lelah letihnya, hanya saja, keringat selalu mengguyur wajah
cantik ibu. Namun, perjuangannya tak akan pernah sebanding dengan semangat
kerja keras yang ia punya.
Nama :
Elsa Wulandari
ID Instagram :
Elsaa_ell
Nomor whatsapp : 081542264072
Email :
elsawulandari0203@yahoo.com
0 Komentar